Kamis, 26 April 2012

Jangan Datang


Besok berangkat bareng? Gue jemput ke rumah, gimana?

Jemari perempuan itu langsung menari di atas qwertypad. Gerakan jemarinya diiringi dengan senyum yang terus mengembang. Merefleksikan isi hatinya yang semakin meletup-letup bahagia.

Boleh, lo mau jemput jam berapa?

Setengah 7 gue sampe rumah lo ya :)
See u, Nay... :)

:)

Malam itu, Naya tidur dengan tenang. Sangat tenang dan damai. Bahkan terbawa hingga ia kembali bangun.

**

Namun, dunia seperti sedang mempermainkannya.
Semalam, membuat hatinya bahagia dan tersenyum tiada henti. Namun sekarang malah mengubahnya menjadi sakit yang lebih nyata dari sebelum-sebelumnya.

Nay, sorry, tapi tiba-tiba Jenar bilang mau pulang hari ini
Jadi gue gak ke kampus ya, nitip soal tugas yaa :)
Sorry :(

Seharusnya, ia tidak boleh lupa. Bahwa perempuan lain yang lebih lama berada di hidup Raga belum pergi. Seharusnya, ia tidak boleh lupa bahwa letupan bahagia itu sangat mudah berubah menjadi letupan nyeri.
Kini, nyeri karena letupan hebat di hatinya tidak kunjung pergi. Ia masih dan terus terjaga hingga pagi kembali esoknya.
Naya kembali teringat dan sadar, bahwa ia tetap bukan prioritas utama cowok itu.

**

Mungkin, rindu dan cintanya tidak tertolak. Hanya saja, mereka bercabang.
Dan ada cabang yang lebih tinggi daripada kedudukan Naya saat ini. Ia hanyalah sebagian kecil dari cabang yang ada. Entah terlihat atau tidak. Mungkin bahkan, cowok itu pun tidak menyadari apa-apa bukan?
Lalu ponselnya berdering di jam 6 pagi. Di saat setiap orang sedang bersiap untuk menjalankan aktvitas mereka. Tak terkecuali Karin.

Gue jemput ya? 6.15 gue sampe rumah lo

Karin menggeleng begitu membacanya. Tidak boleh. Tidak boleh ada lagi bukti lain tentang Raga yang akan menomorsekiankan dirinya.

Jangan datang kalau kamu belum bisa pergi.

**

Solution.

"This is a problem that has a solution, Burke. There are a lot of problem that don't."
- #Christina #Grey'sAnatomy

...Feel Real

"Maybe we like the pain. Maybe we're wired that way. Because without it, i don't know, maybe we just wouldn't feel real."
- #Meredith #Grey'sAnatomy

Menunggu Hujan



Tentang mereka yang terpaksa berpisah. Atas nama jarak.

“Jadi, ada orang lain?”
Gadis itu merapihkan ratusan lembar kertas yang ada di depannya. Memasukkan kertas-kertas yang membuatnya tidak tidur selama lebih dari dua bulan ke dalam map plastik cokelat.
Setelah selesai dengan kertas sedangkan masih belum ada juga sahutan dari lelaki yang duduk di hadapannya. Ia beralih ke paper bag. Merapihkan apapun yang dapat dijangkau oleh tangannya.
Lelaki di hadapannya itu meringis. Merasa bodoh dan hina karena pertanyaan gadis itu. Ia yang sejak dulu membangga-banggakan gadis itu sebagai gadis-nya, kini malah memberikan satu lubang hitam di dalam hidup gadis itu. Selama lebih dari 1000 hari ia berusaha dengan sepenuh hati dan gembira memberikan jutaan warna dalam hidup gadis itu. Kini ia malah mengaburkan semuanya. Perlahan. Hingga kemudian menjadi lenyap.
Akhirnya lelaki itu memilih untuk mengangguk terlebih dahulu. Sementara otaknya berputar-putar untuk memikirkan urutan huruf-huruf yang akan diucapkannya.
“Kamu juga ada kan? Jadi, untuk apa kita terus-terusan bohong dan menyakiti diam-diam?”
Gadis bernama Jenar itu mengangguk. “Iya, ada.”
Lelaki bernama Raga itu mendesah. Melepaskan sebagian khawatir dan perasaan bersalahnya.
“Tapi aku nggak kayak kamu yang dengan seenaknya mendekati atau membalas perhatian orang itu.”
Perasaan bersalah dan khawatir yang dikeluarkan Raga tadi, seolah kembali masuk ke dalam hatinya. Kali ini lebih sesak dan memburu hatinya. Jika hatinya menolak, perasaan itu malah akan membalas dengan kecepatan yang kalah lebih cepat dibanding kecepatan cahaya di hampa udara. Perasaan bersalah itu tidak seperti cahaya yang berkejaran di dalam hampa udara. Tapi ia membaur dengan satu perasaan puncak atau pusat di dunia ini. Yang membuat semua orang rela melakukan apapun. Yang membuat setiap orang dapat terlihat dungu dan bodoh. Juga buta dan khilaf. Yang mampu menggerakkan siapapun yang malas menjadi rajin dan semangat.
Pusat itu bernama cinta.
Raga ingin menjelaskan kepada Jenar bahwa kedekatannya dengan perempuan itu tidak pernah direncanakan. Bahwa ia tidak pernah berniat untuk mengakhiri hubungan mereka seperti ini.
Tapi akhirnya Raga memilih diam. Malah membiarkan Jenar tetap berada dalam kesalahpahaman yang entah kapan akan ia luruskan. Mungkin memang tidak perlu. Mungkin Jenar akan mengerti dengan sendirinya. Dengan kehadiran lelaki lain itu di dalam kehidupannya.
“Maaf.”
Akhirnya hanya satu kata itu yang mampu diucapkan oleh bibirnya. Sebuah permintaan singkat namun juga tulus. Ia ingin melakukan apapun untuk menebus sebuah tindakan yang Jenar anggap sebagai kesalahan namun baginya tidak. Namun raga juga tahu, bahwa Jenar tidak akan pernah mampu menerima apapun darinya.
“Aku pulang.”
Jenar tidak menjawab ataupun membalas permintaan maaf Raga. Maaf yang dilontarkan Raga seperti mengambang di udara. Dibiarkan Jenar menari-nari di sekitar kepala Raga. Membuat cowok itu semakin bingung.
Cewek itu akhirnya berdiri sembari membawa tote bag dan juga paper bag yang berisi map dan berkas lain miliknya.
Just so you know, nama kamu tetep akan ada di skripsiku. Sekalipun kamu udah menyia-nyiakan kedatanganku ke Jakarta hanya untuk ini.”
Lalu Jenar pergi, meninggalkan perasaan bersalah yang memburu Raga. Perasaan bersalah karena menghadapkan perempuan itu kepada patah hati.
Namun, ia lebih tidak tega dan mampu untuk berbohong. Jika itu yang orang-orang maksud dengan white lies: untuk membiarkan Jenar tenang dan bahagia dengan kebohongan.
Kemudian, Raga melakukan hal terakhir yang ingin ia lakukan untuk Jenar. Untuk meminta maaf.
Berdoa.
Hal itulah yang hanya mampu dilakukannya ketika ia tahu Jenar akan menolak apapun ketulusannya setelah ini. Ia mendoakan dalam hati untuk kebahagiaan Jenar. Dengan siapapun dan apapun kebahagiaan itu Jenar dapatkan.

**

Tentang mereka yang tak mampu mengelak perasaan. Karena jarak...
I’m feeling bad for Jenar.”
Perempuan itu menggesekkan kuku-kuku tangannya. Napasnya mulai tak teratur. Selain karena angin berhembus dari pendingin udara, mendinginkan udara di dalam mobil itu. Namun juga karena segenap perasaan bersalah itu masih menetap.
I’m scared of Karma, Ga. Aren’t you?
Raga menatap perempuan di hadapannya. Perempuan yang mampu menghapus wajah Jenar di bulan-bulan terakhir ini. Perempuan yang suaranya selalu ingin didengarnya. Perempuan yang omelan dan kecerewetannya tentang makan dan belajar yang selalu dia rindukan jika mereka tak bersama, di saat weekend.
Perempuan ini bernama Karina Putri Wicaksana.
Perempuan ini yang mampu membuatnya jatuh cinta lagi di saat ia sedang mencintai Jenar.
Tidak, Raga tidak pernah berniat untuk selingkuh. Bukan juga karena dia jenuh berhubungan jarak jauh dengan Jenar yang berada di Bandung sedangkan ia di Jakarta. Jarak sebanyak 400-an km selama 3 tahun ini berjalan mudah atas nama cinta. Paling-paling rindu menggerogoti pikiran dan akan membuat bayangan wajah Jenar selalu muncul di bayangannya jika rindu sudah akut.
Semuanya, berhubungan jarak jauh dengan Jenar selama ini hampir mudah.
Lalu semua terasa sulit ketika seseorang bernama Karin masuk ke dalam kehidupannya. Lalu perlahan memasuki hatinya dan mengaburkan wajah Jenar ketika ia merindukan seseorang.
Wajah itu berganti. Bukan lagi Jenar. Tapi perempuan di hadapannya ini.
“Karma won’t hit you as long as you don’t try to ruining others...” Raga mengucapkan kalimat itu sembari mengambil jemari Karin dan menggenggamnya di atas tongkat persnelling tepat ketika lampu merah menyala.
 Ia tahu bahwa Karin resah. Ia pun begitu. Perasaan bersalah meninggalkan Jenar meninggalkan resah. Tapi, tidak akan ditunjukkannya kepada Karin. Permasalahan dengan Jenar, cukuplah dirinya saja yang menghadapi.
“Tapi aku yang selalu berusaha untuk deket sama kamu.”
“Tapi kamu nggak berusaha untuk menjauhkan aku dengan Jenar kan? Kamu nggak berusaha untuk menyita waktu dan perhatian aku untuk melupakan Jenar kan?”
Karin mengangguk.
Bagaimana mungkin ia bisa lupa pada rasa sakit setiap Raga berteleponan singkat namun mesra di depannya? Ketika ia tak sengaja melihat barisan kalimat dari conversation mereka di pesan singkat. Ketika ia menemani Raga untuk mencari hadiah ulang tahun Jenar dan anniversary Jenar-Raga?
Mereka hanya bersama. Dan menikmati semuanya.
Karin sadar bahwa dirinya telah membuat orang lain memasuki fase yang paling tidak enak dalam kehidan ini. Patah hati, ditinggalkan. Tapi jika ia disalahkan atas semua ini, ia pun tidak akan pernah rela.
Kenapa kalian salahkan aku dan bukan jarak?
Adakah orang yang menginginkan jatuh cinta kepada orang yang cintanya telah dimiliki oleh orang lain? Karin akan menjawab tidak.
Namun begitu tangannya dengan tangan Raga bertautan. Bersatu dalam dinginnya AC mobil. Segenap perasaan bersalah dan kekhawatirannya lenyap.
Lalu ia melirik pada langit yang tidak mendung namun juga tidak cerah.
Karin teringat pada perkataan orang tentang hujan adalah pembawa berkah. Bahwa hujan adalah salah satu tanda di mana semua kegiatan yang sedang dilakukan seolah mendapatkan restu dari bumi dan langit.
Maka, ia memohon pada hujan untuk membawa berkah dan memberikan restu kepadanya. Kepada Raga, dan cinta mereka.

**

Satu nama yang terpampang di layar pengirim pesan singkat ponselnya membuat perempuan itu tercenung.
Setelah semua penolakannya yang berjumlah ratusan selama setahun ini. Mengapa baru sekarang ia merasa bersalah?
Mungkin, ini adalah awal yang telah Raga lakukan kepada Karin. Berusaha untuk menghargai dan melihat ketulusan orang lain. Mungkin, Raga memang tidak pernah berniat untuk mengkhianatinya mengingat bagaimana ramahnya ia kepada semua orang.
Tapi siapa sangka, jarak dan waktu membuat orang menjadi khilaf dan berbuat salah?
Namun, jika memang ini adalah jalan terbaiknya. Jenar tak menginginkannya sebagai sebuah kebahagiaan yang harus didapatkannya setelah berbuat salah.
Ia bergerak perlahan. Memastikan niat dan keinginannnya sehingga tidak akan ada korban patah hati yang baru.
Gue juga lagi di Jakarta. Lagi di Town Square nih. Wanna meet me here?

**

Jenar hampir tidak pernah menyukai hujan.
Selama ini ia membenci hujan yang mengotori sepatu-sepatu kesayangannya. Ia membenci hujan yang membasahi dan meninggalkan noda pada jeans kesayangannya. Ia membenci musim hujan yang membuatnya harus selalu membawa payung jika berpergian.
Namun saat ini adalah kali pertamanya ia mengharapkan hujan turun. Dengan lebih cepat dan lama. Supaya ia mampu mendengarkan isi hatinya lebih lama. Supaya ia mampu meresapi isi hati orang di sampingnya lebih lama. Menyadari dan mengakui bahwa mungkin ia yang terbaik.
“Okey, udah sampe...”
Dan saat itu, butiran uap air turun dengan perlahan dan kemudian menjadi deras.
Jenar tersenyum.

**

Raga tersenyum.
Lega bahwa Karin mempercayai dirinya juga dirinya sendiri. Bahwa perempuan itu tidak pernah merebut siapapun. Bahwa kenyataan cintanya tidak menjadi tidak bertepuk sebelah tangan adalah takdir yang indah namun perlu kerumitan di awalnya.
Lalu Raga mengulurkan tangan kirinya kemudian menggenggam tangan kanan Karin yang terkena ciprat air hujan.
Mereka berdua sama-sama merasakan tenang dan damai luar biasa.
Sekalipun angin dan hujan begitu ribut.

***

Senin, 23 April 2012

NCIS Quoets

"I know there are 3 billions men in this world. And they don't have to want me, but you, you have to want me..."

#NCIS *someone said to Gibs*

Jumat, 20 April 2012

Tribute To Mocca : 2nd Edition


Karya terbaik adalah karya yang bisa menginspirasi orang lain untuk menjadi kreatif. Dan lagu-lagu Mocca adalah salah satu karya dengan karakter terbaik ini. - Ollie, Penulis
 
Saya sangat terharu dan tersanjung ketika mendengar tentang Tribute to Mocca, sebuah kumpulan cerita yang diinspirasi dari lagu-lagu Mocca, ini adalah bukti bahwa karya kami benar-benar diapresiasi, dihargai dan dicintai. - Arina Ephipania, Vokalis
 
Tribute to Mocca : 2nd Edition adalah bentuk penyempurnaan dari Tribute to Mocca : 1st Edition. Dikemas dengan lebih apik, tidak hanya berisi tulisan tapi juga ilustrasi. Ditambah bonus beberapa cerita dengan tampilan baru, yang diyakini dapat menarik perhatian para penggemar Mocca sekaligus para pembaca buku.
 
Ini adalah bentuk transfer informasi dan energi yang sangat positif, di mana Mocca memberikan inspirasi melalui karya kepada publik berupa lagu, dan publik merasakan trigger, dan reaksi dari inspirasi itu menjadi sebuah karya baru berupa karya tulis.  - Angkuy Bottlesmoker, Musisi
 
Bekerjasama dengan nulisbukudotcom (@nulisbuku), hadiah kecil untuk Mocca ini akan dirilis pada tanggal 21 April 2012 dengan cara membuka pre-order melalui e-mail pemesanan.
 
Untuk informasi lebih lanjut, sila hubungi koordinator proyek di akun Twitter @naluriii dan @nindasyahfi atau e-mail tributetomocca@yahoo.com
 
Salam,
 
Swinging Writers

Kamis, 19 April 2012

Maybe, I want the trouble...



"Maybe I don't want to be saved the trouble. Maybe I want the trouble. I haven't wanted the trouble in a long time. But with you, the trouble doesn;t seem so... troubling."





#Barney #HIMYM

Minggu, 15 April 2012

Sassy Girl. Eps. 12






"You said  I couldn’t be the one because of him. If he was gone, would you come to me?"


Jumat, 13 April 2012

Maybe...



"Maybe, it's a love, what I hide behind our laugh, our tears, our day....
Or maybe... it is just like a rose, which is just beautiful to see?"

Hurt.

"The pain isn't hurting. 
The way you hurt me without knowing is hurting."

Minggu, 08 April 2012

#HIMYM 6. Eps. 24

"The future is scary but you can't just run back to the past because it's familiar. Yes it's tempting, but...it's a mistake." #Robin #Barney #HIMYM 6 , eps. 24.




Dalam Diam



Dan janganlah kau pergi dulu dari rasa. Aku masih ingin memelukmu dalam diam.

Are they?


Are they is us in the future?

Smile.





Dear you,
I'm too tired. I need you. Your sweet smile, honey. 
Could we have a phone call ?