Sabtu, 24 Desember 2011

[REVIEW] Manusia Setengah Salmon - Raditya Dika

Siang-siang, gue dapet mention dari temen gue yang seorang pembaca Raditya Dika, Ratih Febrina alias Dira. Lengkap dengan twitpic-nya bersama Manusia Setengah Salmon. Dan langsung aja gue iri berat. Karena gue yang pre order dari 2 minggu lalu belum megang. I envy you, Dira!

Tapi kemudian keirian itu hilang ketika sore-sore datang paket buat gue yang ternyata dari Buka Buku. Tempat di mana gue pre order MSS (dan emang karena BukaBuku adalah tokbuk online langganan gue). Akhirnya, keirian gue lengkap dengan rencana 'mamer' balik ke Dira. Karena MSS gue lengkap dengan ttd Raditya Dika-nya *narihulahup*

And yes, I'm waiting for this book too much. Karena gue kangen dengan tulisan penuh drama dibalut dengan komedi yang nggak akan bisa bikin lo berhenti ngakak. Tapi lengkap dengan filosofi yang akan membuat lo berhenti sejenak, tercenung, lalu bergumam, "Iya yah…" "Hem… bener banget.", dsb.

Itulah yang gue dapet semenjak baca MMJ.
Bacaan gue dari dulu adalah novel-novel drama semacam teenlit, metropop. Jadi, ketika dulu Kambing Jantan keluar dengan komedinya yang berasal dari blog. Gue nggak begitu heboh dan ngebet pengen beli (tapi tetep baca hasil minjem :p )sekalipun digemborin sama temen-temen. Tapi, begitu baca MMJ. Gue langsung berjanji dalam hati, akan beli buku bang Dika selanjutnya!

MMJ dan MSS sama-sama novel komedi bang Dika yang penuh filosofi manis ataupun ngiris tangan saking bikin galaunya tentang cinta. Bedanya MMJ itu tentang orang yang jatuh cinta. Sedangkan MSS tentang kebalikannya, patah hati dan pindah.

Yang paling nggak gue sangka adalah ternyata cerita tentang 'Pindah' yang dulu pernah gue baca pertama kalo di sebuah web dimasukin ke MSS. Tentunya dengan perubahan sana-sini yang membuat cerita 'Pindah' ini lebih baru dan menarik. Dihadirkan dalam chapter yang berbeda, yaitu 'Sekeping Hati di Dalam Kardus Cokelat' dan 'Mencari Rumah Sempurna'.
Membaca Sekeping Hati di Dalam Kardus Cokelat selalu (karena dulu gue pernah baca versi 'Pindah'-nya) membuat hati ikut mewek sekalipun lo lagi bahagia bahagia aja. Seolah-olah ikut patah hati sama bang Dika yang abis diputusin ceweknya.

Terutama pas adegan Leonardi di Caprio bilang ke Kate Winslet, 'You jump, I jump'. Pada saat adegan itu, mungkin gue bakal menjerit, 'Kenapa kamu gak jump juga kayak Leonardo, Sayang? Kenapa kamu malah jump sendirian?' (halaman 26)

Mungkin itu masalahnya, pikir gue. Seperti rumah ini yang menjadi terlalu sempit buat keluarga kami, gue juga menjadi terlalu sempit buat dia. Dan, ketika sesuatu sudah mulai sempit dan tidak nyaman, saat itulah seseorang harus pindah ke tempat yang lebih luas dan (dirasa) cocok untuk dirinya. Rumah ini tidak salah, gue dan dia juga tidak salah. Yang kurang tepat itu bila dua hal yang dirasa sudah tidak lagi saling menyamankan tetap dipertahankan untuk bersama. (halaman 29)

Tapi tenang, Raditya Dika adalah Raditya Dika. Jadi lo nggak akan sepenuhnya 'galau' dengan baca MSS. Porsi ketawa ngakak lo pasti akan lebih banyak dibanding dengan 'ikutan mewek' karena kalimat filosofi tentang cinta dari bang Dika.

Bahkan, baca 'Prakata'-nya aja udah bikin gue ketawa ngakak plus jadi langsung ngebayangin Edgar yang (emang jadi) cakep (♥͡⌣♥͡)

Ada cerita konyol bang Dika di 'Kasih Ibu Sepanjang Belanda' karena kenalan dan berteman baik dengan temannya selama ngikutin summer course di Belanda selama dua minggu. Di mana nama temen itu adalah… 'Perek'. Yes, Perek. Dan dia adalah mahasiswa dari Praha. (Gue nggak tahu gimana cara nyebutin namanya yang bener. Tapi sumpah, ngebayangin artinya di sini – Indonesia –tapi malah dijadiin nama untuk orang Praha itu bikin ngakak. Jadi wondering artinya apa ya?)

Dan di 'Tarian Musim Kawin', ada Trisna yang ngebet pengen punya pacar karena nggak mau jadi jomblo perak ( belum pernah pacaran sampe umur 25 tahun ). Lalu kenalan sama cowok via twitter yang charming. Yang sangat Trisna inginkan tapi ternyata nggak jadi juga. Entah karema apa.
Ditutup dengan twit Trisna yang berasal dari quote Mick Jagger yang berbunyi, "You can't always get what you what, but if you try, sometimes you just might find you get what you need."

Juga ada 'Bakar Saja Keteknya' dan 'Pesan Moral dari Sepiring Makanan'. Tulisan yang sumpah bikin ngakak tapi terselip rapih filosofi dan pesan manis dari cerita-cerita konyol nan bikin ngakak itu.

Dan, kalau MMJ ditutup oleh 'Marmut Merah Jambu' dengan filosofi manis Marmut untuk orang yang jatuh cinta. Maka, MSS ditutup oleh 'Manusia Setengah Salmon' dengan filosofi… (apa ya tepatnya? Galau? Wise? Atau apa?) tentang orang-orang yang ber-pindah. Entah tumbuh dewasa, berubah peran dari yang cuma 'anak biasa' jadi 'orang tua', atau mungkin ber-pindah hati.

Jadi, kalau kamu pembaca Raditya Dika dan belum beli atau bahan baca MSS tentu aja rugi!
Silahkan beli di toko buku terdekat dengan harga 42000 rupiah untuk 258 halaman. Atau pesan di toko buku online untuk dapetin diskon 15% ;)
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Jumat, 16 Desember 2011

[REVIEW] Stila-Aria. 1 "Sahabat Laut"


Ini adalah cerita tentang Aria Syadiran,
Tentang masa remaja yang seringkali membingungkan, nggak menentu, nggak sreg, namun ‘gila' fun -nya, serta penuh haru sedihnya. Rasa pertama akan cinta pertama, rasa pertama akan benci dan kangen yang—anehnya—datang bersamaan dan terasa saling bertubrukan. Serta rasa penasaran dalam menentukan: “Apakah dia sahabat saya, atau lebih dari itu?”

Dan teman-teman di SMP Pelita Bangsa.
Aria
yang punya sudut pandang unik dalam melihat sesuatu, namun juga ‘pedas' dan sangat peduli lingkungan adalah magnet bagi sekolah barunya. Bagi Jamie, si peranakan Indonesia-Australia yang merasa punya cap ganteng di jidatnya sehingga senang melecehkan sesuatu. Musa, yang sering krisis identitas karena ‘keberatan nama' dan bosan jadi bayang-bayang Jamie sejak TK. Ayumi, si kapten cheerleader yang menganggap jadi cantik dan populer adalah segala-galanya. Kui, yang risih dengan tubuh gemuknya dan berharap bisa skinny kayak Ayumi.Didun, yang berusaha keras melebur dengan Jakarta walau sering homesick ama Kebumen. Serta Izar, si misterius yang benci ketidakadilan—namun sangat mengerti akan masa lalu Aria.


Stila Aria.1–Sahabat Laut diterbitkan oleh Terrant Books pada 2007. Sayangnya, serial kedua dari cerita Stila-Aria ini sangat lama terbitnya. Dan dari akun @sittakarina dikabarkan bahwa serial kedua dari cerita ini akan terbit pada awal 2012, tepatnya bulan Januari. Jadi ya, kita yang membaca Stila-Aria.1 di tahun 2007-2008 (seperti gue) sangat lama menunggu kelanjutan kisahnya, 4-5 tahun L

Semoga aja nggak mundur lagi tanggal terbitnya ya. Karena, gue sungguh sangat menunggu lanjutan kisah ini!

Dan, karena info dari @sittakarina tersebut. Di mana kemarin (17 Desember 2011), Sitta Karina kembali twitpic cover Stila-Aria.2 ‘Kincir-kincir Hati’.


Gue jadi kepikiran lagi sama buku ini dan teringat (kayaknya) belum pernah review novel ini. Jadi, inilah review gue J

Why do I love Stila Aria?

Alasan utama adalah karena karakterisasi di Stila Aria ini kuat. Ada Aria yang idealis dan canggung sama bangsa dan bahkan keluarganya sendiri. Karena malah besar di Amerika, bukan Indonesia. Dan tinggal dengan bibinya, buka keluarga aslinya ( orang tua dan adik).

Lalu ada Jamie yang 'nyadar' dirinya keren abis karena keturunan Indo dan dari keluarga berada. Tapi baik sama temen-temen deketnya, walau terkadang 'sok' abis sama orang-orang baru. Ada Musa, yang nggak PD dengan namanya sendiri: ‘Musa’ yang berasal dari salah satu nabi karena kelakuannya nggak ada mirip-miripnya sama nabi (menurut dia). Dan bisa jadi ‘charming’ sama Aria. Ya, karena Musa ini ada chemistry dan ketertarikan sendiri sama Aria yang malah nggak berpikir tentang percintaan.

Tokoh lain yang oke itu, Didun. Anak baru dari ‘kampung’ yang malah menyimpan sejuta rahasia keren dalam dirinya. Pinter, nggak usaha ditanya karena dia anak beasiswa. Tapi jago renang? Nggak pernah ada yang nyangka. Karena bahkan Didun jago renang karena sering renang langsung di pantai yang deket rumahnya.

Dan sederet tokoh lainnya yang menakjubkan dalam dunia remaja.

Selain itu, konflik yang ada di dalam Stila Aria emang ‘remaja’ banget.

Permasalahan cinta Aria sama Nanda, senior dan ketua OSIS yang ngedeketin Aria ‘cuma’ karena ngelihat Aria sebagai ‘aset’ yang berharga untuk OSIS. Tapi malah jatuh cinta dan deket sama adiknya Aria, Alissja yang menderita penyakit. Gimana kesel-nya Aria karena itu. Dan yang selanjutnya mempengaruhi keputusan Aria atas tawaran Nanda untuk gabung sama OSIS.

Yang paling utama sih, persahabatan Aria-Jamie-Musa yang oke banget. Mereka sama-sama mengerti dengan batasan privacy masing-masing, kalau-kalau aja emang ada sesuatu yang menjadi rahasia sekali. Contohnya, Aria yang nggak cerita tentang siapa itu Adam. Sampe akhirnya muncul Izar. Dan menguaklah cerita cinta Aria di masa lalu.

Konflik yang paling nggak bisa gue lupain sih karena ‘ngena’ banget, konfliknya Aria sama keluarganya. Ketika kamar Aria dan Alissja direnovasi dengan tujuan: mempersempit kamar Aria dan memperluas kamar Alissja. Permasalahan yang Aria rasa, bukan masalah ‘mempersempit dan memperluasnya’. Tapi, karena Aria nggak pernah ditanya bahkan diberit tahu tentang masalah renovasi ini. Aria nggak pernah ditanya, “Apakah Aria keberatan dengan rencana Ibu?” oleh salah satu anggota keluarganya. Dan gimana Aria ngerasa kesel karena nggak merasa dianggap kehadirannya di keluarga itu.

Untuk pecinta teenlit ataupun pembaca Sitta Karina. Stila-Aria adalah buku yang harus lo baca! Sama sekali nggak kalah keren dari kisah Hanafiah kok. Karena Stila-Aria seperti menghadirkan kembali nuansa remaja ABG.

*Sneak Preview Stila-Aria.2 bisa dibaca di sini ;)

Kamis, 15 Desember 2011

I will

Beberapa kali, gue mengalami kejadian nggak seru karena ekspektasi atau gregetan yang berlebih.

Sebut saja ketika beberapa buku baru terbit dari penulis favorit gue atau film yang ditulis oleh scriptwriter favorit gue. Dan gue sudah terlalu ‘excited’ untuk baca atau nonton. Tapi nggak jadi-jadi *glek*

Katakanlah satu kali, ketika ekspektasi gue melampaui batas karena membaca sinopsis yang keren. Dan ternyata, setelah gue baca – well, I’m sorry to say, bukunya ternyata nggak seseru sinopsisnya.

Adapun ketika excited gue udah melampaui batas. Ketika gue belum juga beli novel atau sempet nonton filmnya. Tapi udah kebanyakan dapet review bagus sana-sini dari TL twitter dan hasil blog-walking. Keseruan dan rasa greget gue udah lenyap. Padahal film dan novelnya bener-bener bagus.

Hal ini, sangat gue inget, terjadi pada Madre dan Sang Penari.

Gue nggak bilang novel dan film itu jelek. Sangat gue akuin bagus. Tapi ya itu, dalam benak gue ‘wah, emang bagus ya.’ Dan udah nggak ada hasrat lagi untuk membahas atau ngerekomin karya tersebut ke temen-temen. Karena ya mungkin, gue udah terlalu berkoar-koar sebelumnya – sebelum gue baca atau nonton filmnya sendiri.

Rasa gregetannya udah hilang karena kelamaan ‘nunggu’ untuk beli dan baca novelnya atau nonton filmnya. Rasa gregetan, harunya udah abis ketika gue kebanyakan baca review bagus sana-sini dari orang-orang di dunia maya.

Sekali lagi gue seolah belajar dan diingatkan. Nggak boleh mempunyai ekspektasi terlalu tinggi. Juga keinginan atau hasrat untuk ‘memiliki’ yang melampaui batas. Karena kalo nggak dapet atau nggak sesuai harapan, lo pasti kecewa. Atau, kalo keinginan dan hasrat lo melampaui batas. Ketika lo mendapatkannya walau dengan susah payah, rasanya malah jadi hambar. Gitu aja. Nggak ada kebahagiaan yang berkepanjangan.

Jadi, untuk kedua orang spesial yang udah memberikan gue inspirasi dan semangat luar biasa selama ini. I’ll let you go. Tepatnya, membiarkan kalian pergi dari ‘wish list’ hidup gue *nyengir*

Karena gue sadar, ekspektasi gue selama ini udah melampaui batas. Begitu pun dengan keinginan gue untuk mendapatkan hati kalian.

Karena gue bisa menebak, kalaupun suatu hari semua harapan gue jadi nyata. Gue mungkin malah akan kecewa, atau nggak se-bahagia perkiraan gue.

Alasan yang konyol mungkin. Karena gue menerapkan satu teori kecil yang gue alamin untuk urusan hati.

Tapi untuk kalian, silahkan, jika kalian ingin pergi, pergi-lah J