Sabtu, 29 Oktober 2011

Mimpi Berbicara

Kita tidak pernah berpisah jauh. Berada dalam satu ruangan namun disekat kaca. Pembatas antara masa lalu dan masa depan. Antara kekecewaan dan harapan. Antara kesedihan dan kebahagiaan. Antara rindu dan kesal. Antara ambisius dan cinta.
Kita saling melihat hidup satu sama lain bukan?
Namun saling membohongi. Yang kau - dan aku - tampakkan ke permukaan hanyalah sisa-sisa kebahagiaan yang bisa kita rasakan setelah perpisahan itu. Kita meringkuk di balik kenangan untuk menyembunyikan rindu dan cinta yang malah menggebu setelah perpisahan. Mencuatkan penyesalan tanpa ujung.
Hanya isakan. Sisanya kebohongan.
Bahkan kita tak pernah membiarkan satu sama lain tahu tentang kesedihan di tiap malam. Bahkan sesaknya terasa hingga ke mimpi.
Jika kita tak pernah jujur di dunia nyata, tidak pernah saling mengaku tentang cinta. Lalu mengapa mimpi bicara?
Mengapa hanya dalam mimpi kita berbicara?
Mengeja cinta dan sayang di tiap senyuman dan belaian. Menyematkan rindu di tiap pertemuan setelah perpisahan. Melukiskan harapan. Dan semua atas bantuan kenangan yang muncul satu-satu.

Bisakah kita, buang jauh ego dan penyesalan atas nama cinta dan rindu?
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Senin, 24 Oktober 2011

Cabang Ranting.


Kata orang, kesempatan akan selalu datang kepada orang-orang yang berniat baik dan tulus kan?

Tapi ternyata, kesempatan itu tidak pernah datang kepadanya. Padahal, ketulusannya tak perlu ditanyakan lagi.

**

“Gimana, Na? Masih suka?”

“Eh?”

Naya tersadar dari lamunan lalu menatap Karin yang kini tersenyum penuh arti sambil melirik arah jam 4 mereka yang duduk di bangku barisan paling kiri di kelas mata kuliah semester akhir. Bukannya membalas reaksi Naya, Karin malah terus tersenyum meledek sambil memainkan ponselnya. Membuka beberapa akun twitter favoritnya.

“Maksud L?” Naya langsung bertanya sewot begitu memahami maksud Karin setelah mengikuti arah lirikan sahabatnya beberapa detik yang lalu.

“Oke, Karin. Sampe kapan mau ledekin gue sama dia?”

“Sampe lo nggak pernah natap dia dengan pandangan ‘coba-lo-nggak-punya-cewek.’” Karin langsung saja tergelak menyadari arti kalimatnya sendiri, menikmati momen meledek Naya yang cuma bisa tersenyum kecut karena merasa sangat ‘terbaca’.

“Dia kecengan sejati kali.”

Tawa Karin semakin tergelak mendengar ucapan Naya.

Naya menatap Karin sewot. “Lagian, lo pasti setuju kan kalo gue bilang dia cowok idaman?”

Cowok yang duduk di arah jam 4 mereka mungkin bukan cowok yang sempurna dengan limpahan fisik dan materi. Tapi pengetahuan Naya tentang semangat dan kepercayaan diri cowok yang tidak pernah luntur itulah yang membuatnya sempurna di mata Naya. Mengalahi apapun, mengalahi ketampanan dan materi yang melimpah.

“Iya sih, dia emang bukan siapa-siapa sekarang. Tapi gue juga percaya, dengan semangat dan kepercayaan diri dia yang dari sekarang aja udah kelihatan. Gue juga sadar dia berpotensi untuk jadi siapa-siapa. Apalagi elo yang sangat menyadari itu.”

“Nah, see?”

Karin berdecak, “tapi kan bukan berarti lo bisa ngecengin dia terus kali. Sampe kapan, Nay? Sampe dia putus sama ceweknya? Tahun kapan tuh?” cerocos Karin skeptis yang Naya benarkan dalam hatinya.

Melihat hubungan cowok itu dengan pacarnya emang kayak ngelihat pasangan yang mau nikah besok. Selalu dipenuhin cinta. Eh, dari mana dia tahu? Sebagai secret admirer sejati Naya pasti sangat tahu tentang ini – hubungan ‘kecengan sejati’ dengan pacarnya.

Ternyata, waktu nggak pernah membunuh rasa kagum Naya. Sudah hampir setahun, dan perasaan itu tidak pernah berubah.

Setidaknya, hati Naya tidak pernah mengingkari walau dia selalu memasang dalam otaknya tentang sugesti sudah-melupakan rasa spesial dalam hati.

Dan itu baru Naya sadari lagi hari ini, satu hari di salah satu kelas kuliah ketika dia memasuki kelas dengan kaos biru yang membuat sosoknya tambah sempurna.

Dia lelaki ideal, impian setiap wanita, Naya sadar itu.

Dan, dia juga sudah memiliki wanita impiannya.

Karin pun tidak perlu jawaban untuk pertanyaannya tadi. Karena pandangan mata Naya beberapa menit yang lalu–ketika melihat cowok itu memasuki kelas–masih sama, mengingatkannya pada pertama kali dia memergoki Naya dengan pandangan seperti itu setahun lalu.

Waktu yang berjalan memang tidak pernah beriringan dengan orang yang ingin melupakan.

**

Naya mencari-cari sosok Karin yang mengatakan akan menjemputnya di bandara sore ini.

Dia pun langsung tersenyum lega ketika melihat Karin yang sedang melambai-lambaikan tangannya.

“Oleh-olehnya mana?” todong Karin.

“Eh ya ampun, lo pura-pura kek gitu yah tanyain kabar gue, atau apa gitu. Langsung nodong oleh-oleh aja!”

“Suruh siapa pindah ke Korea nggak bilang-bilang dulu.”

“Ini mendadak gitu lho ya gue ke Korea-nya. Kerjaan gila banget lagian, klien gue jarang banget bisa ngebiarin gue libur weekend!”

“Ahaha, lebih ngenesin dong. Tetep aja kerja, cuma beda lokasi aja.”

“Nah, tuh tahu.”

Pembicaraan mereka terpotong ketika mendekati mobil Karin dan Naya yang dibantu sahabatnya itu memasuki beberapa kopernya ke bagasi mobil.

“Jadi, ada berita apa aja selama setahun ini?” tanya Naya begitu dia duduk di jok sambil memasang seat belt-nya.

Karin masih diam sambil menyalakan mesin mobil. Menjalankan mobil untuk keluar dari parkiran bandara dan melaju di tol.

“Ya banyaklah,” kata Karin ketika mobil sudah berada di jalanan tol yang cukup lenggang di minggu pagi.

“Kasih tahu gue gosip yang paling bagus!”

“Fahri putus sama ceweknya bulan April,” kata Karin datar padahal membeberkan gossip tentang ‘kecengan sejati’ Naya.

Naya speechless, dia masih diam dengan ponsel di tangan. “Ada minum gak, Rin?” pintanya sambil mengambil aqua gelas yang Karin tunjukkan lalu segera meneguk air. Melancarkan segala sesuatu yang terhampat di kerongkongannya karena keterpanaan.

Sudah hampir dua tahun semenjak pembicaraannya dengan Karin di kelas mata kuliah semester akhir itu. Sudah hampir tiga tahun lewat semenjak Naya menyadari ada gemuruh di dadanya setiap melihat Fahri. Dan selama itu juga, dia berteman baik – bahkan cenderung bersahabat – dengan Fahri. Hanya saja, dia mengurangi kontak informasi dengan Fahri yang tidak penting. Khawatir itu akan menjadi jejak tentang perasaan di hatinya.

Sudah setahun juga dia tidak pernah bertemu dengan Fahri. Terakhir adalah ketika perpisahan kecil untuk keberangkatan Naya ke Korea karena tugas kerja.

Dan ternyata, gemuruh itu tidak pernah lenyap.

"Berarti, Fahri single dong sekarang?" tangan kanan Naya sudah bergerak tangannya untuk mengetik pesan singkat kepada Fahri sedangkan tangan kirinya masih menggenggam gelas Aqua.

Naya tidak akan bertanya apapun mengenai perpisahan Fahri dengan kekasihnya. Dia tidak akan mengatakan apapun tentang cintanya sekalipun merasa aman dengan posisi Fahri yang kini single. Dia tidak akan membahas rindu yang terus mengganda di hatinya selama setahun belakangan. Dia hanya akan menuntaskan rindunya dengan bertemu cowok itu. Secepatnya.

Masalah cinta, Naya akan biarkan dia bekerja dengan sendirinya. Dia selalu percaya bahwa cinta memiliki jalannya sendiri. Jika tidak begitu, maka cintanya pada Fahri mungkin sudah kandas di awal. Ketika dia sadar hati Fahri tak mungkin mudah didapatnya karena sudah ada yang menunggui hati itu lebih dulu. Bertahun-tahun lamanya.

Mungkinkah saat ini cinta mulai bekerja untuk memasangkan hatinya dengan hati Fahri?

"Fahri jadian sama Yasmin, Na..." jemari Naya pun berhenti bergerak di atas keypad ponsel. Seperti belum cukup, gelas aqua yang dipegangnya dengan tangan kiri malah tumpah membasahi jok mobil dan dress hijaunya begitu mendengar kelanjutan cerita Karin.

Detik itu juga, dia mendengar hati lain yang retak. Bukan lagi bayangannya tentang hati Fahri yang retak karena akhir dari hubungan yang sudah berjalan hampir 4 tahun. Tapi kali ini, lagi-lagi hatinya yang pernah retak sama seperti 2 tahun lalu.

Namun kali ini lebih kencang dan nyaring.

Dan Naya tidak ingin mendengar cerita apapun lagi.

**

( to be continued)

Sabtu, 22 Oktober 2011

Genggam Hatiku

Bukan aku yang terlambat, tapi waktu saja yang tidak mempertemukan kita lebih cepat bukan?

Seandainya saja waktu lebih cepat 1 bulan pertemukan kita. Bisa saja kan kini aku yang ada di pelukanmu, bukan dia?

Bukan dia yang kaucintai, tapi menyia-nyiakanmu.
Lelaki, kenapa tidak kau lirik aku?
Aku memang tidak - belum - dicintai olehmu, tapi aku mempunyai hati untuk kau genggam dan tak akan menyia-nyiakanmu.

Aku mungkin memang bukan dia, yang dicintai olehmu. Tapi aku memiliki hati yang mencintaimu dan menunggu untuk dicintai olehmu.

Bisakah, kau tinggalkan saja dia dan tatap aku? Yang kini ada di sampingmu, menggenggam hatinya agar tidak lari ke mana-mana, menunggu untuk kau genggam?

Bisakah kau? Demi kebahagiaanmu - dan juga diriku?

Powered by Telkomsel BlackBerry®

Jumat, 21 Oktober 2011

Definisimu, Kebahagiaanmu.

Rena masih memandangi pemandangan di depannya heran.
Freya dan Mario yang duduk di depannya. Menunggu jam mata kuliah di kelasnya dan Freya. Sedangkan Mario di kelas sebelah.
Freya, cewek yang sudah menjadi sahabatnya selama tiga tahun terakhir yang cantik jelita, tipikal cewek ideal idaman semua cowok. Dan Mario, cowok yang nggak lebih cakep dari Junsu '2PM'. Tapi Rena juga sangat tahu gimana sayang dan cintanya Mario ke Freya. Buktinya, sudah lebih dari 2 tahun mereka lalui dengan hebat.
Rena bukannya bermaksud untuk memandang sebelah Mario berdasarkan fisik. Tapi hey, Freya sahabatnya itu cewek ideal! Dia bisa dapetin siapapun yang dia mau.
Lalu, kenapa akhirnya hati Freya mentok di hati Mario? Nah, yang ini Rena nggak pernah tahu dan ngerti.

**

"Frey, lo bahagia sama Mario?" Rena akhirnya mempertanyakannya ketika Mario sudah ke kelasnya.
Freya langsung memandangi Rena heran, "Menurut L?" Freya bertanya balik sambil cekikikan, puas melihat Rena yang mendesis kesal karena malah dibencadai ketika ia sedang serius.
"Freya... Serius,ah,"
"Yah gue juga serius, Na. Menurut lo gue bahagia nggak sama Mario?"
"Menurut gue sih iya."
"Nah, itu lo udah tahu."
Rena menatap Freya serius dan penasaran. Akhirnya dia mengutarakan semua yang berkelebatan di otaknya akhir-akhir ini.
"I mean, lo bisa dapetin yang lebih gitu dari Mario. Yaah - sorry yah, Frey - tapi bahkan Mario nggak cakep dan tajir amat. Fredi aja masih menang kemana-mana!" Tambah Rena sambil menyebut nama salah satu mantan Freya dua tahun lalu.
Rena sempat khawatir kalo Freya akan marah karena ia malah membandingkan Mario dengan Fredi. Tapi ternyata Freya malah tertawa.
"Jadi yang lo pertanyakan itu sebenernya adalah, kenapa gue bahagia sama Mario yang gak cakep dan tajir amat?"
Rena mengangguk polos.
Freya tersenyum sambil membuka catatan kuliahnya, memeriksa bahwa tugasnya sudah selesai.
"Karena Mario nggak brengsek. Dan gue tahu, kalo Mario sayang gue apa adanya, nggak mandang karena gue 'cakep' aja."
Rena mengangkat sebelah alisnya. Masih nggak paham dengan maksud Freya. Nggak brengsek? Siapa sih yang mau punya pacar brengsek?
"Lo tahu kan kalo Mario udah deketin gue dari awal kita masuk? Tapi waktu itu gue masih pacaran sama Fredi yang akhirnya ngeduain gue dua bulan kemudian. Just fyi, Mario sebenernya udah tahu bahwa hubungan gue dengan Fredi udah nggak sehat. Tapi, dia nggak ngambil celah itu untuk deketin gue.
"Setelah gue putus pun Mario nggak langsung PDKT dan nembak. Dia ngebiarin gue 'lupa' dulu sama Fredi. Selanjutnya, lo tahu kan gimana ceritanya?"
Rena manggut-manggut walau sebenarnya dia masih nggak ngerti. Di bagian mana Freya bahagia sama Mario?
Freya yang masih merasa sinyal kebingungan itu akhirnya tertawa lagi.
"Rena... Rena, lo nggak bakal ngerti kalo nggak ngerasain sendirii. Cari pacar dong makanya! Haha." Rena kembali mendesis.
"Gue masih menunggu my Junho dateng,"
"Nah, itu dia permasalahan lo."
"Hah? Maksudnya?"
"Karena pandangan cowok ideal lo itu tipe-tipe member 2PM. Cakep, body sixpack. Atau, aktor-aktor hollywood yang hidung mancung, mata biru. Lo nggak akan bahagia dengan standar seperti itu.
"Bukannya lo nggak berhak untuk dapet yang kayak gitu. Tapi, lo nggak akan dapetin kebahagiaan ketika yang lo gak dapet nggak seperti harapan. Padahal, apa yang lo dapet sebenernya udah bisa bikin lo bahagia.
"Bagi gue, definisi bahagia sama pacar itu adalah dapetin cowok yang nggak brengsek, nggak malu-maluin untuk 'digandeng', dan sayang gue. Dan Mario, memenuhi itu semua."
"Ya tapi kalo lo dapetnya yang lebih dari Mario juga nggak bakal nolak kan?" Rena mengerling jahil.
"Ya enggaklah, ahaha. Tapi gue anggep itu sebagai 'bonus', bukan definisi kebahagiaan."
"Jadi, permasalahan kita kebanyakan - gue - itu ada pada masalah 'definisi kebahagian'-nya?"
"Yups, dan yang pastinya definisi bagi masing-masing orang itu berbeda. Itu terserah mereka, bagaimana mereka memilih kebahagiaan mereka. Dan gue menemukan kebahagiaan gue ada pada Mario."
Rena menghela napas. Hatinya tahu bahwa yang Freya ucapkan itu benar.
"Jadi, 'kebahagiaan' lo itu siapa, Na? Gue lihat, cowok di arah jam 1 itu kayaknya cocok deh." Freya meledek Rena yang tersenyum kecut. Karena telah menunjuk cowok yang sudah berusaha mendekatinya satu bulan ini.
Walau Rena menampakkan wajah tidak suka. Tapi hatinya menerima kalo Freya benar.
Cowok arah jam 1 yang sudah lama memerhatikannya itu mungkin memang 'kebahagiannya'. Dirinya saja yang selama ini menutup mata. Padahal matanya menjadi saksi bahwa cowok itu sungguh-sungguh.
Diam-diam, sebelum dosen Bisnis yang sudah masuk memulai materinya. Rena membuka ponsel dan mengetikkan balasan singkat untuk pesan yang dikirm cowok arah jam 1 itu, semalam.

Makan siang bareng yuk, Na, besok?

Okey.
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Cerita 140 Karakter Ke-Sepuluh Ribu


It’s the hardest part of my life. But, I’ll always love you, Mr.G. You know it, right?


RT @TheNoteboook: Some people are meant to fall in love with each other, but not meant to be together.


Barisan kalimat itu masih saja ada meskipun sudah berkali-kali Gian mengedipkan matanya. Ternyata, bukan ketakutannya saja, tapi memang adanya seperti itu.


Ia kembali membaca barisan kalimat setelahnya. Sama percis seperti yang ia pikirkan.


RT @TheNoteboook: Pretending to be happy when you're in pain is just an example of how strong you are as a person.


Rasa bersalah itu pun kembali menguap dan mengusik hatinya. Lelaki macam apa dirinya sudah menghancurkan hati perempuan sebaik Naya?


Siang hari hingga waktu selanjutnya memang menjadi bagian hidup tersulit baginya, juga bagi Naya. Ketika ia mengiyakan permintaan Naya, ketika ia melepaskan gadis itu. Karena kehambaran yang semakin lama semakin jelas dengan hubungan jarak jauh Singapura-Jakarta.


Padahal, sudah diucapkannya janji dalam hati. Suatu saat akan membawa gadis itu ke negara ini. Negara yang luasnya memang setara dengan luas ibukota. Dan bukan hanya karena Singapura adalah salah satu tujuan wisata yang menarik. Tapi ia juga ingin mengenalkan lingkungan yang menjadi kehidupannya selama beberapa tahun ke depan. Yang menjadi tempatnya untuk bernapas dan memupuk mimpinya satu per satu menjadi nyata.


Gian pun akhirnya meng-klik tanda silang di bagian kanan atas. Sudah cukup ‘kegiatan’-nya hari ini. Karena hanya adatweets yang kalimatnya menusuk hati hingga tweets ke-8999 cewek itu sejak enam jam yang lalu. Kapan-kapan, di sela kegiatan kuliahnya ia masih bisa melakukannya lagi dengan hanya memilih satu link yang sudah dipilihnya menjadibookmarked page. Untuk memastikan bahwa perempuannya baik-baik saja sekalipun satu-satunya ikatan yang berharga sudah putus di antara mereka.


twitter.com/NayaG


**


Di sela-sela pengerjaan paper-nya yang menyita waktu dan pikiran, Gian akhirnya membuka aplikasi browser di laptopnya. Dan langsung membuian salah satu link yang sudah tersedia di bookmark pages-nya.


Ah, baru 9300 tweets. Padahal sudah hampir sebulan semenjak terakhir kali ia membuka akun twitter Naya. Kenapa cewek itu seolah menghilang? Padahal selama ini Naya adalah salah satu orang yang cukup aktif di dunia maya.

Ia mengingat-ingat, musim ujiankah, atau apa? Kenapa perempuan itu ‘invisible’?


Gian tiba-tiba merasakan satu perasaan menguak kembali di hatinya. Perasaan yang ia tolak selama satu bulan ini setelah merasakannya begitu perih setelah telepon terakhir di siang hari itu.

Kehilangan.


I miss you so much, my Naya. Tapi bahkan gue nggak cukup berani untuk menghubungi untuk sekedar menanya kabar. Mengingat kita sama-sama nggak menginginkan perpisahan ini.


“Aku ternyata nggak bisa, Gi, untuk LDR kayak gini. Aku nggak bisa kalo nggak ada kamu. Jadi tolong, ijinkan aku untuk mencari yang lain. Supaya kita sama-sama nggak menderita, sama-sama nggak perlu membohongi diri,” ujar Naya siang itu dengan menahan isakannya.


Lalu Gian pun akhirnya memilih untuk menutup browser dan kembali berkutat dengan paper-nya. Berusaha melenyapkan senyuman gadis yang sudah menjadi pacarnya hampir selama dua tahun. Berusaha meredam rindu yang tidak bisa dimanjakan dengan mengetahui kabar Naya diam-diam.


**


Hatinya mencelos begitu melihat sederetan timeline Naya pagi buta itu.


Baru tiga hari yang lalu ia mendapati bahwa timeline Naya sepi. Tapi malam ini, jumlah tweets perempuan itu sudah menginjak kicauan ke-9700 dalam tiga hari. Dan dari keseluruhan tweets Naya, ia bisa merasakan aura paling positif yang paling hebat di dunia ini. Orang jatuh cinta.


Aura positif orang jatuh cinta emang gabisa dibohongin ya? Dahsyatnya :’)


Senyuman saja. Dan itu sudah membuat hidupku sempurna J


Dengan siapa, Nay?

Gian kembali merasa gemuruh di dadanya. Kali ini bukan hanya karena perpisahan mereka. Tapi bercampur dengan cemburu dan bertambah menjadi takut dengan kemungkinan ia akan ‘kehilangan’ dalam arti kata lain yang lebih mengerikan.


Naya jatuh dalam pelukan lelaki lain. Yang lebih dekat dengannya, yang bisa menggenggam tangannya setiap perempuan itu kelelahan atau senang ketika berhasil memotret objek dengan hasil yang bagus.


Betapa Gian merindukan satu tahu lalu mereka. Betapa ingin ia berada di samping Naya dan membisikkan langsung di telinga gadisnya tentang cinta dan rindu yang semakin menggebu. Bahkan ketika perpisahan sudah berlalu.


**

About @NayaG

10000 tweets. 489 following. 621 followers. 23 list.


ILU too, babe. Nite! :* RT @ ghandipratama: I love u so much, @NayaG :*


Dan Gian tahu, sudah saatnya kegiatan memanjakan rindu yang menderu selama tiga bulan terakhir dengan aktivitasstalking timeline Naya ini ia hentikan. Sudah saatnya ia berhenti untuk mengetahui bahwa Naya sudah menemui

penggantinya, seperti yang gadis itu ucapkan.


Tapi, stalking untuk mengetahui kabar Naya dan memanjakan rindunya sekali-kali masih boleh kan? Sekalipun ia bukan pengguna social media yang aktif, apalagi menjadi follower dan following Naya di twitter. Gian tersenyum tipis, sambil mengecek kembali tugas-tugas kuliahnya setelah menatap puas dan penuh terima kasih kepada twitter dan teman-temannya.


Karena melalui mereka-lah rindunya terobati.




Jumat, 14 Oktober 2011

Dari Nada

Akhirnya bisa posting lagi :)
Plis enjoy it ,dear friends. Maaf kalau random karena cuma pengen blogging dan buntu ide. Semoga galaunya dapet yaah *tetep* :


Bisakah sekali lagi kita bertemu?

Di antara keramaian, hingar bingar musik dan gerombolan orang-orang yang asik dengan musiknya? Di salah satu tempat yang menjadi kesukaanku. Kombinasi antara keramaian dan kehadiranmu pastilah sempurna. Cukup ada kamu, dan aku pasti bahagia hanya dengan merasa berada dalam ruangan beroksigen yang sama denganmu. Sesimpel itulah kebahagiaanku. Setidaknya untuk saat ini karena kehilanganmu menjadi sengsara.

Dan di depan panggung berkerlap cahaya dan suara. Tak kan ragu kuucapkan padamu tentang hati yg masih ada hati.
Tentang perpisahan yg sangat ingin kucegah. Tentang kamu yg mengabaikan.

Aku tidak akan peduli tentang perasaanmu saat ini. Karena bukan penerimaan atau penolakan yang kuharap. Pengakuan, bahwa setidaknya aku pernah berartii bagiku.
Berlebihankah?

Dan, di depan panggung bermandikan cahaya serta bising musik yang memekakkan telinga karena berpadu dengan jerit dan nyanyian ribuan penonton. Aku memandangi sekeliling. Hanya ada strangers. Tidak ada siapapun. Bahkan kamu.

Kupejamkan mata sejenak, berusaha melepaskan harapan beriringan dengan setiap nada yang kudengar. Membebaskan sesak yang sudah memenjarakan hati begitu lepas.

Aku hanya ingin bebas - darimu, dari impian, dari kenangan, dari fantasi. Dan ingin bukan berarti rela jika berkaitan denganmu. Semakin aku mencoba untuk membebaskan, semakin aku malah tidak rela untuk melepas juga semuanya. Karena hanya ada hal-hal itu yang indah ketika kamu pergi menjadi titik awal kekelaman.

Tapi malam ini, akan kuceritakan saja semua kepada lagu - lirik dan nada. Yang selalu setia menemani bahkan ketika dunia berbalik. Juga ketika kamu menolak untuk mendengar.

Kenapa kamu tidak sesetia lagu, wahai lelaki di masa lalu?


Tertanda,
Nada.
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Selasa, 04 Oktober 2011

Motivasi

Subuh ini, tiba-tiba hati saya jadi super-duper-melankolis.
Bukan, ini bukan tentang cowok atau makhluk lain kok.
Ini hanya tentang kepercayaan diri saya untuk bisa menyelesaikan semua tugas dan kewajiban menjelang deadline.
Simpel sih sebenernya, hanya masalah kewajiban yang harus diselesaikan. Dan semua orang pun pasti mengalaminya.
Tapi, pernahkah satu kali, di satu titik tiba-tiba semua tugas dan kewajiban kalian mengumpul menjadi satu? Hingga terbayang-bayang tentang deadline molor, atau bahkan nggak selesai.

Sungguh, saya nggak bermaksud untuk mengeluh dan berniat untuk menunda-nunda tugas. Karena seperti yang saya bilang sebelumnya, ini hanya tentang kepercayaan diri yang tiba-tiba melorot dan berimbas pada kekuatan semangat, konsentrasi, dan kinerja yang biasanya baik-baik saja sekalipun keadaan sedang pelik.

Lalu saya ber-BBM dengan beberapa teman yang jarang bertemu atau berkomunikasi dengan mereka, tapi punya ikatan kepercayaan khusus dengan mereka. Dan rasanya, dapet semangat serta motivasi itu 'mencerahkan' sekali. Semangat saya tiba-tiba naik perlahan.

Dan salah satunya bilang, "Harus bisa memotivasi diri sendiri." (Ratih Febrina).

Saya percaya, kekuatan memotivasi diri sendiri itu lebih utama dibanding yang berasal dari orang lain. Karena hati yang merasa, tahu apa yang dirasa dan dibutuhkan. Dan ternyata, beberapa hari ke belakangan ini saya memang sedang jarang untuk bersyukur dan memotivasi diri sendiri.

Seringkali beberapa dari kita sangat merasa cukup mandiri untuk bisa berdir sendiri. Saya, egoisnya memang termasuk. Seringkali untuk beberapa hal saya -merasa- nggak butuh pertolongan atau bantuan apa-apa dari orang lain. Saya merasa -terlalu- cukup bisa dan mandiri untuk melaksanakannya sendiri karena faktor 'gak enakan', dsb.
Dan saya lupa, padahal, kita hanyalah manusia yang memiliki sifat makhluk sosial. Tidak bisa berdiri sendiri dan melakukan semua hal sendiri.

Dan, dengan sifat saya yang seperti itu. Ternyata ada beberapa titik dan kejadian yang membuat saya sadar dan paham, bahwa nggak seharusnya melakukan semuanya sendiri. Seringkali itu tidak baik. Jadi, seharusnya mulai belajar untuk meminta pertolongan orang dan tidak mengaku 'tough'. Padahal sedang rapuh di dalam.


*Sore pukul 04.10, di saat rumah sedang sepi dan hanya ada keramaian dari suara TV dan ring alerts BB.



Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak Pernah Terduga

Pernah merasakan rindu yang tidak kamu rasakan?

Oh oke, mungkin kalimat itu sedikitt membingungkan. Tapi maksud saya adalah : terkadang kita kangen seseorang, tapi terlalu takut - tepatnya gengsi - untuk mengakui.
Hingga saatnya kita langsung merasakan kehilangan yang tidak pernah terduga.

Perihnya, kamu merasa terlambat untuk mengungkapkan perasaan kepada orang itu. Hingga ia pergi, dan kita sudah merasa kehilangan.

Saya bukan termasuk orang yang mudah mengucapkan tentang isi hati. Lebih karena seringnya merasa malu saja untuk mengungkapkan secara gamblang semuanya.
Maka, jika kamu mendengarkan saya dengan mudah mengungkapkan perasaan cinta. Berarti itu bohong! :)))


Powered by Telkomsel BlackBerry®