Selasa, 28 Desember 2010

Perahu Kertas


Kata-kata bagus yang di dapet dari Novel Perahu Kertas, setelah membaca ulang (untuk kesekian kalinya) sore ini :)

  1. "Buat apa dia kembali? Buat apa muncul sejenak lalu menghilang lagi nanti?" (Kugy)
  2. Keenan : Dia serius sama kamu? | Kugy: yang jelas, saya nggak pernah main-main
  3. Tanpa disadari, Keenan mempererat pelukannya. Menikmati denyutan hening. Karena hanya saat mereka bersama, ia bisa mencicipi keabadian. Meski hanya sesaat (Keenan)
  4. "Gy, satu hari kamu akan sadar kalau saya ngga bisa kehilangan kamu. Kamu...terlalu berharga buat saya." (Remi)
  5. "Biarpun satu dunia ngegoblok-goblokin aku, tapi memang ini yang aku mau. Aku pingin jadi penulis dongeng. Dari dulu sampai sekarang... Nggak berubah" (Kugy)
  6. "'Saya nggak mungkin begini terus. Melepas kepergian kamu, tanpa tahu kapan kamu akan kembali, dan apakah kamu mau kembali..." (Luhde)
  7. "Bagaimana kita bisa tahu kapan waktunya untuk menyerah, dan kapan waktunya untuk bertahan?" (Luhde)
  8. "...Saya nggga mau jdi seperti Poyan. Atau seperti meme-nya Keenan. Sepuluh, dua puluh tahun dari hari ini, saya masih terus memikirkan orang yg sama. Bingung di antara penyesalan dan penerimaan." Luhde
  9. "Pada akhirnya,tidak ada yang bisa memaksa. Tidak juga janji, atau kesetiaan. Tidak ada. Sekalipun akhirnya dia memilih untuk tetap bersamamu, hatinya tidak bisa dipaksa oleh apapun,oleh siapapun" ( Poyan )
  10. "Saya cinta sama kamu. Dari pertama kali kita ketemu, sampai hari ini, saya selalu mencintai kamu. Sampai kapanpun itu, saya nggak tahu. Saya ngga melihat cinta ini ada ujungnya" (Keenan)
  11. Menyadari bahwa persahabatan barangkali adalah muara terakhir yg harus ia paksakan untuk menampung seluruh perasaannya pada Keenan. Tak bisa lebih dari itu. Begitu luas laut yg membentang dalam hatinya. Namun, lagi2 harus ia tahan. (Kugy)
  12. Ia bahagia sekaligus patah hati pada saat yg bersamaan. Saat ia tahu dan diyakinkan bahwa mereka saling mencintai, dan selamanya pula mereka tidak mungkin bersama (Kugy )

Senin, 27 Desember 2010

antara kegembiraan dan menang-kalah

Surat Untuk Firman
Posted on December 2, 2010 under Uncategorized

Kawan, kita sebaya. Hanya bulan yang membedakan usia. Kita tumbuh di tengah sebuah generasi dimana tawa bersama itu sangat langka. Kaki kita menapaki jalan panjang dengan langkah payah menyeret sejuta beban yang seringkali bukan urusan kita. Kita disibukkan dengan beragam masalah yang sialnya juga bukan urusan kita. Kita adalah anak-anak muda yang dipaksa tua oleh televisi yang tiada henti mengabarkan kebencian. Sementara adik-adik kita tidak tumbuh sebagaimana mestinya, narkoba politik uang membunuh nurani mereka. Orang tua, pendahulu kita dan mereka yang memegang tampuk kekuasaan adalah generasi gagal. Suatu generasi yang hidup dalam bayang-bayang rencana yang mereka khianati sendiri. Kawan, akankah kita berhenti lantas mengorbankan diri kita untuk menjadi seperti mereka?
Di negeri permai ini, cinta hanyalah kata-kata sementara benci menjadi kenyataan. Kita tidak pernah mencintai apapun yang kita lakukan, kita hanya ingin mendapatkan hasilnya dengan cepat. Kita tidak mensyukuri berkah yang kita dapatkan, kita hanya ingin menghabiskannya. Kita enggan berbagi kebahagiaan, sebab kemalangan orang lain adalah sumber utama kebahagiaan kita. Kawan, inilah kenyataan memilukan yang kita hadapi, karena kita hidup tanpa cinta maka bahagia bersama menjadi langka. Bayangkan adik-adik kita, lupakan mereka yang tua, bagaimana mereka bisa tumbuh dalam keadaan demikian. Kawan, cinta adalah persoalan kegemaran. Cinta juga masalah prinsip. Bila kau mencintai sesuatu maka kau tidak akan peduli dengan yang lainnya. Tidak kepada poster dan umbul-umbul, tidak kepada para kriminal yang suka mencuci muka apalagi kepada kuli kamera yang menimbulkan kolera. Cinta adalah kesungguhan yang tidak dibatasi oleh menang dan kalah.
Hari-hari belakangan ini keadaan tampak semakin tidak menentu. Keramaian puluhan ribu orang antre tidak mendapatkan tiket. Jutaan orang lantang bersuara demi sepakbola. Segelintir elit menyiapkan rencana jahat untuk menghancurkan kegembiraan rakyat. Kakimu, kawan, telah memberi makna solidaritas. Gocekanmu kawan, telah mengundang tarian massal tanpa saweran. Terobosanmu, kawan, menghidupkan harapan kepada adik-adik kita bahwa masa depan itu masih ada. Tendanganmu kawan, membuat orang-orang percaya bahwa kata “bisa” belum punah dari kehidupan kita. Tetapi inilah buruknya hidup di tengah bangsa yang frustasi, semua beban diletakkan ke pundakmu. Seragammu hendak digunakan untuk mencuci dosa politik. Kegembiraanmu hendak dipunahkan oleh iming-iming bonus dan hadiah. Di Bukit Jalil kemarin, ada yang mengatakan kau terkapar, tetapi aku percaya kau tengah belajar. Di Senayan esok, mereka bilang kau akan membalas, tetapi aku berharap kau cukup bermain dengan gembira.
Firman Utina, kapten tim nasional sepak bola Indonesia, bermain bola lah dan tidak usah memikirkan apa-apa lagi. Sepak bola tidak ada urusannya dengan garuda di dadamu, sebab simbol hanya akan menggerus kegembiraan. Sepak bola tidak urusannya dengan harga diri bangsa, sebab harga diri tumbuh dari sikap dan bukan harapan. Di lapangan kau tidak mewakili siapa-siapa, kau memperjuangkan kegembiraanmu sendiri. Di pinggir lapangan, kau tidak perlu menoleh siapa-siapa, kecuali Tuan Riedl yang percaya sepak bola bukan dagangan para pecundang. Berlarilah Firman, Okto, Ridwan dan Arif, seolah-olah kalian adalah kanak-kanak yang tidak mengerti uusan orang dewasa. Berjibakulah Maman, Hamzah, Zulkifli dan Nasuha seolah-olah kalian mempertahankan kegembiraan yang hendak direnggut lawan. Tenanglah Markus, gawang bukan semata-mata persoalan kebobolan tetapi masalah kegembiraan membuyarkan impian lawan. Gonzales dan Irvan, bersikaplah layaknya orang asing yang memberikan contoh kepada bangsa yang miskin teladan.
Kawan, aku berbicara tidak mewakili siapa-siapa. Ini hanyalah surat dari seorang pengolah kata kepada seorang penggocek bola. Sejujurnya, kami tidak mengharapkan Piala darimu. Kami hanya menginginkan kegembiraan bersama dimana tawa seorang tukang becak sama bahagianya dengan tawa seorang pemimpin Negara. Tidak, kami tidak butuh piala, bermainlah dengan gembira sebagaimana biasanya. Biarkan bola mengalir, menarilah kawan, urusan gol seringkali masalah keberuntungan. Esok di Senayan, kabarkan kepada seluruh bangsa bahwa kebahagiaan bukan urusan menang dan kalah. Tetapi kebahagiaan bersumber pada cinta dan solidaritas. Berjuanglah layaknya seorang laki-laki, kawan. Adik-adik kita akan menjadikan kalian teladan








Sabtu, 18 Desember 2010

Sahabat. Perkembangan. Renggang

Rasa ngga cocok sepertinya nggak hanya berlaku dalam pacaran. Tapi persahabatan juga.

At least, that's what I feel last time.

Terdengar aneh, atau bahkan sinis memang. Persahabatan yang seharusnya abadi. Nggak mengenal kata ‘berakhir’ . Tapi ternyata bisa renggang dengan permasalahan seperti itu. Lalu, apa bedanya dgn pacaran? Awal mula tumbuh dengan cinta membara,kenapa harus diakhir dengan benci yang berkobar?

Gue pernah baca salah satu cerita/tulisan Raditya Dika di findyourtruematch.com dan ceritanya well, bener-bener mengena di gue.

Awalnya, gue memang ngga terlalu mengerti maksud dari tulisan itu apa. Tapi, setelah gue alami sekarang sendiri, gue jadi mengerti maksud Radit dalam tulisannya. Tapi anehnya, gue mengalami itu dalam persahabatan. Bukan pacaran :D

Dalam setiap jenjang pendidikan. Kita pasti punya temen deket atau bahkan sahabat dong? Khususnya cewek, hamper mustahil gak ada . Dari SD sampai kuliah ini pun gue punya. Ada yang masih berhubungan ampe sekarang. Ada juga yang udah lost contact. Tapi, makna, isi persahabatan itu sendiri malah berubah seiring dengan berjalannya waktu. Gue akui, dalam bagian ini. Gue kelihatan bener2 jahat atau bahkan licik. Tapi, apa yang gue rasain, sepertinya juga dirasakan oleh kebanyakan orang dalam persahabatan atau pacarannya. Tapi mungkin, nggak banyak orang mau mengakuinya.

Kembali ke cerita Radit. Karena gue mau ngambil contoh dari sana.

Radit mengumpamakan putusnya sebuah relationship dengan rumah. Kenapa? Here the conclusion.

Kalau dari segi kebutuhan fisik belaka:

Misal, rumah 400 m2 dengan isi dari keluarganya : ayah-ibu, dan 4 anak yang masih dibawah umur 10 tahun. Mungkin cukup untuk sebuah keluarga itu. Tapi, dua atau bahkan 10 tahun kemudian. Belum tentu kebutuhan keluarga itu masih terpenuhi dengan anak2 yang mulai tumbuh,berkembang, membutuhkan lebih banyak space untu kegiatan sehari2. Dari segi fisik ,ga jauh2, ukuran anak usia 8 tahun pasti berbeda kan dengan anak 17 tahun? Kebutuhannya pun masing2 berbeda.

Nah, ketika masalah ini muncul. Apa yang akan terjadi? Kemungkinan : keluarga pasti merasa tidak nyaman kan karena kebutuhan mereka tidak terpenuhi sepenuhnya? Mungkin, keluarga bakal merasa,ukuran rumah dengan pertumbuhan anak2 sudah tidak sesuai. Keluarga akan merasa sempit dengan ukuran rumah tersebut. Lalu, apa yang terjadi? Sang ayah, sang kepala keluarga, kemungkinan besar akan memikirkan untuk pindah rumah bukan?

Walau deri segi emosional, sebenarnya para penghuni rumah tidak menginginkan untuk pindah rumah karena terlanjur nyaman, betah, dengan rumah mereka yang sekarang. Sudah terlalu banyak kebiasaaan-kebiasaan yang mereka lakukan di rumah itu. Sama seperti Ayah Radit yang sebenarnya ngga mau pindah.

Nah, perpindahan rumah ini. Radit umpamakan sama seperti putusnya sebuah hubungan. Yang juga gue umpamakan dengan kerenggangan sebuah persahabatan yang mampu mengurangi makna persahabatan itu sendiri.

Gue ngga bermaksud untuk menjadi sebuah pepatah, “habis manis sepah dibuang”bagi temen-temen deket gue, bahkan sahabat. Sejujurnya, gue pengen hubungan itu tetap seperti dulu. Masih sama, tapi terus berlanjut dengan kualitas yang makin dalam dengan friendship gue. But,everybody grow up. Dan sayangnya, ngga setiap orang dapat menerima dengan baik ‘perkembangan2’ itu. Sama seperti yang gue rasa dengan sahabat gue.

Atau bahkan, perubahan-perubahan kecil, perkembangan2 itu sama-sama membuat kita (sahabat) ngga lagi akur , lengket kayak dulu denga persepsi dalam beberapa hal yang membuat kita berbeda, dan akhirnya malas untuk menjalin lebih dalam atau jauh persahabatan itu.

Well, gue tahu, ngga ada yang abadi bahkan dengan persahabatan itu. Gue tahu dan sadar, suatu saat gue pasti kehilangan mereka (sahabat). Entah gue yang pergi atau mereka yang pergi dari gue. Tapi setidaknya, untuk saat ini, gue ingin terus menghargai setiap detik kebersamaan gue dnegan mereka. Gue ingin menjadi seseorang yang berarti dna bermanfaat bagi mereka. The same way as they meant for me.

Setidaknya, gue ingin membuat kenangan berharga, yang membuat gue ngga lupa . that we EVER had a great friendship. That we EVER being a bestfriend.



Jumat, 03 Desember 2010

AKU, HATI, LOGIKA, dan CINTA (bukan puisi)



.....
dan ku pasrahkan hati ini pada waktu.
Aku tak memaksa, percayalah...
Aku hanya meminta kepastian pada waktu
Tentang harapan, impian, dan kenyataan
Tak bolehkah aku sedikit mengharap waktu akan membocorkan rahasia hidup dan hati ini ?

Aku ingin pergi, percayalah,
tapi kenapa hati masih menolak? Padahal, logika sudah memerintah. Karena otak ini cukup tahu, resiko apa yang akan diterima jika memaksa untuk bertahan.

Bertahan
Sesungguhnya, hati sangat ingin setia dan bertahan.
Tapi, bagaimana jika kenyataan memaksa hati untuk pergi ?
Sanggupkan hati ini pergi demi menghindari sakit yang akan membayangi?

Kata HATI pada CINTA :

Kalo boleh aku jujur.....
Aku tidak ingin pergi
Tapi , aku pun tak ingin terus-terusan sakit cinta .....
Tolong, bantulah aku CINTA , supaya aku bisa pergi darimu kali ini, melepaskan perasaan ini sepenuhnya padamu. Melupakan, berpaling.
Sekali lagi.
Sanggupkah aku ?

Kata LOGIKA pada CINTA :
Kenapa kamu menyiksaku seperti ini?
Menyiksa HATI ku yang baru memulai CINTA . Belum berjuang
Kenapa di saat HATI sudah berjuang untuk mencari pintu yang lain,
yang hati temukan malah kamu (CINTA) ?
Seseorang, sebuah hati yang tak boleh dimiliki oleh yang lain lagi. Karena ku lihat, hatimu sudah berpasang

Di saat, HATI masih berbahagia, memupuk kembali kepingan mimpi dan harapan itu
Kenapa CINTA malah langsung meniupnya kembali?
Membuatnya pergi tanpa jejak
Yang bisa ku lihat, hanyalah kesedihan yang mengiringi hembusan mimpi dan harapan yang pergi
Aku punya agama dan norma yang melarangku untuk berbohong
Tapi kali ini, aku membenarkan saja larangan itu
Aku bilang pada HATI bahwa aku tak mungkin menCINTAimu. Aku perintah HATI(kalau pada akhirnya yang kurasakan padamu memang CINTA) untuk berbohong, tentang perasaan ini . HATI ini. Mimpi. (juga) harapan.
betapa jiwa raga (Sebenarnya) sangat ingin bersamamu.
Tapi aku pun tak rela, jika HATI kembali terluka karenamu, CINTA
Maka, aku putuskan untuk menghindari mu kali ini. CINTA

Kata CINTA pada HATI dan LOGIKA :

Sesungguhnya HATI...
aku tak ingin menyakitimu, aku tak ingin membuatmu tersiksa. Tapi, inilah aku, hati....
aku tak berniat untuk menyakiti, tapi (memang) yang ku lakukan padamu adalah ini. Yang kuberikan padamu adalah ini. SAKIT .
betapa pun aku menyakitimu, kamu pasti sulit untuk pergi dariku.
dan, aku berterima kasih untuk apa yang kamu berikan pada aku (CINTA)

Sesungguhnya LOGIKA...
aku tahu pasti sangat sulit bagimu untuk menerima semua
kamu tak pernah bersalah, tapi kenapa kamu malah mendapatkan semua sakti itu?
Tapi, inilah aku (CINTA) . Semuanya tak akan pernah sampai dengan LOGIKA. Bahagia, sakit. Semuanya, tidak pernah masuk dengan LOGIKA.
Inilah aku (CINTA) kamu pasti akan merasakan, mengalami semua nya dengan ku (CINTA)

dan aku memohon padamu kali ini, untuk bisa jujur pada HATImu (saja) setidaknya, kalau apa yang kamu rasakan padaku adalah CINTA. Walau kamu memutuskan untuk berbohong pada yang lain, bahkan padaku.